You’ll get the God that you deserve.
Kalimat itu mengerikan buat saya. Seakan Tuhan ada dalam beberapa versi, Yang Maha Penghukum, Yang Mengetahui Semua Dosamu dan Pasti Akan Menghukummu, serta Yang Maha Baik karena Dia Tahu Kebaikanmu.
Saya pendosa besar, dan jangan-jangan, the God that I deserve adalah Yang Maha Menghukum.
Tetapi beberapa teks suci menghibur hati saya, bukankah dikatakan, Tuhan adalah zat yang lebih menyayangi kamu daripada siapapun di semesta ini? Dengan itulah saya menghibur diri, bahwa Tuhan menyayangi saya walaupun saya berkeliaran di tempat umum tanpa menutup rambut. Dengan pakaian ketat dan bibir dicat merah. (Seorang teman mengatakan, perempuan mengecat bibirnya untuk membuatnya semakin mirip dengan vaginanya. Saya ingin meminta ampun kepada Tuhan saat mendengar itu. Kemudian saya sadar, teman saya itu tidak pernah banyak berpikir tentang hal-hal selain vagina.)
Ketika Ulil Abshar-Abdalla menulis di koran pandangannya tentang jilbab, saya terpana. Inilah orang yang dengan lugas dapat memformulasikan apa yang berputar-putar di kepala saya selama bertahun-tahun. Begitu ramainya orang menghujat dia karena tulisan itu, dan banyak orang menanyai mertuanya, Mustofa Bisri. Saya katakan padanya untuk tidak takut kepada siapapun, kecuali Tuhan, kata Bisri.
Jilbab, saya banyak berpikir tentangnya. Saya memikirkan agama dengan intens sejak kecil. Agama adalah hal penting buat saya. Kedua orangtua saya berseteru karena hal yang satu ini. Mereka tidak dapat berhenti.
Apakah jilbab membuat saya seorang muslim? (Secara harafiah, inilah arti muslim: berserah diri. Tidak ada yg mendefinisikan berserah diri dalam cara apa.) Apakah ketika saya sedang berdiri tanpa pakaian sehelaipun di bawah pancuran, saya bukan seorang muslim?
Katakanlah kamu seorang Katolik. Suatu ketika badai menghancurkan seluruh dunia, semua katedral, semua basilika, semua Corpus Christi, semua patung Perawan Suci, dan tak sebuah rosario-pun ada ditanganmu. Apakah kamu akan menggelar tikar dan berdoa dengan cara bersujud, karena semua altar ke arah mana kamu biasa berdoa sambil berlutut, telah hancur?
Bila Kabah hancur, Masjidil Haram hancur, benarkah saya akan hilang arah, dan tak tahu lagi kemana harus menghadapkan doa?
Inilah tiga hal yang saya ingat tentang ayat mengenai jilbab untuk perempuan: ulurkan pakaianmu ke seluruh tubuhmu. Jangan tunjukkan perhiasanmu, kecuali yang biasa tampak. Pakaian yang terbaik adalah takwa.
Berapa juta tafsir yang bisa muncul dari ketiga hal itu? Dapatkah kamu katakan bahwa jilbab adalah satu-satunya pilihan? Pakaian terbaik apakah yang bisa melindungimu seumur hidup, menurut ayat itu?
Beberapa waktu yang lalu, saya membaca bahwa orang awam seperti saya tak diizinkan menafsirkan teks suci. Dikatakan bahwa sebagaimana pasien tak boleh menafsir resep dokter, saya harus turut pada tafsir para ulama. Tapi, kata saya, bukankah Tuhan berbicara kepada kita semua, bukan hanya kepada ulama? Mengapa saya tak boleh memakai otak saya dan mencoba menafsir teks suci semampu saya?
Baru-baru ini seorang teman meneruskan sebuah e-mail bersubjek "JIL TERNYATA DIBIAYAI AMERIKA". JIL, Jaringan Islam Liberal, adalah organisasinya Ulil. Apakah Ulil akan berubah pendapat tentang jilbab, jika JIL dibiayai Pemda Sumut?
Saya bukan simpatisan Ulil, Amerika, atau Pemda Sumut. Saya orang yang percaya bahwa pemikiran kontekstual harus dilakukan. Hal-hal yang tekstual harus dijabarkan secara kontekstual. Secara tekstual dikatakan, kamu harus membersihkan diri dengan pasir bila terkena liur hewan. Secara kontekstual tentu kita harus berpikir, di zaman sekarang, pasir yang bersih sulit dicari. Indonesia bukan Arab yang kaya pasir. Dan apa jadinya bila kamu membaca teks itu di Antartika, dimana salju menutupi rumah kamu sampai ke atap? Kenapa tidak menafsirkan yang tekstual secara kontekstual; pakailah antiseptik yang makin murah itu untuk mencuci tangan setelah bermain-main dengan anjingmu. Atau, pakailah sabun para bintang. Membuatmu bersih, dan lebih putih.
Tuhanmu lebih dekat kepadamu daripada nadi di lehermu; teks ini membuat saya terhibur. Karena saya tidak ingin menutupi rambut saya dan berpura-pura Tuhan tinggal di dalam kerudung. Tuhan saya adalah Dia yang tahu bahwa saya mencari-Nya sejak lama, bahwa saya telah seringkali duduk di dalam gereja Presbyterian maupun Katolik, memangku Injil menunggu-Nya sejak duapuluh tiga tahun yang lalu. Tuhan saya adalah Dia yang tahu bahwa saya duduk di tikar dan mencari-Nya sambil meletakkan kening saya di lantai yang dingin. Tuhan saya adalah Dia yang tahu apa yang ada dibawah rambut saya yang terbuka, apa yang ada di balik dada saya yang tertutup bra fancy dan kemeja sempit, apa yang dimaksud oleh semua doa, semua perkataan yang keluar dari mulut saya yang dicat merah.
Tuhan yang inilah yang saya bawa kemanapun saya pergi, di bawah rambut saya yang tidak tertutup, di balik dada saya yang terbungkus pakaian sempit.
Tuhan yang manakah yang kamu miliki?
Hey..keren banget nih!
ReplyDeleteMemang berpikir kontekstual dan konseptual susah dipahami.
Tapi saya kadang berpegangnya : kalo semua hal dalam agama adalah masalh konteks dan bukan konsep lalu mengapa agama diturunkan pada manusia, mahluk tuhan yg berpikir? hehe...
Makasih Dion :)
ReplyDeletePemikir sih banyak ya..tp setelah mikir, terus apa? Mungkin kita semua punya trauma tentang nasib si Galileo..hii..serem. Siti Musdah Mulia misalnya, kan minta MUI segera ngeluarin fatwa utk beberapa tafsir (Quran) baru hasil penelitian dia. Tafsir yang ada selama ini dibikin ama laki, dan gender-biased-nya gak kira2. Yg bikin geger, tafsirnya itu antara lain adl poligami itu haram, hak anak perempuan dan anak laki2 dlm pembagian warisan adalah sama, dan masa iddah berlaku tidak hanya utk perempuan tapi juga untuk laki2. BUSETTTTT kebayang gak lo gimana sebagian orang ngamuk dengernya. Pemikir2 terbuka di agama laen juga pasti ada. Gue impressed misalnya, krn gereja Protestan (dan juga Vatikan?) gak ngelarang peredaran buku Da Vinci Code. Jadi inget dulu si Salman Rushdie diuber2 mo dipancung krn tulisannya yg sebenernya gak se-kualat Da Vinci Code.
*lah gue kok jadi ngeblog di komen box yak*