Tuesday, June 29, 2004

X-FILES

Kapan-kapan, (kalau kamu yakin kamu belum pernah melakukannya sekalipun sepanjang hidup) cobalah untuk melupakan sesuatu dengan sengaja. Kalau saya tidak salah, akan kamu temukan bahwa hal itu jauh lebih sulit dilakukan daripada dikatakan. Banyak hal yang tidak disangka-sangka akan lewat di depan mata kamu, mengingatkan kamu pada X yang ingin kamu lupakan. Satu hari dapat lewat dengan baik, kamu berhasil menyibukkan diri dan melupakan si benda (atau si orang) X, dan hopla, tiba-tiba kamu berjalan di suatu tikungan dan bertabrakan dengan X. Atau kamu menyalakan TV dan di sana X muncul memandangi kamu.

Bertahun-tahun saya berusaha melupakan sesuatu. Saya kira saya berhasil, karena setelah beberapa lama, bukan saja si ‘sesuatu’ itu yang dapat saya lupakan, tapi juga segala alasan kenapa saya harus melupakannya. Segala yang terkait dengannya terkubur jauh di dalam otak saya, di ujung-ujung synapse yang nyaris tidak pernah saya gunakan sehari-hari. Semakin hari semakin sedikit aliran listrik melewati synapse itu, sampai saya kira, synapse itu mati. Saya kira. Tapi perkiraan saya salah.

Suatu hari beberapa tahun yang lalu, saya menonton DA di salah satu stasiun televisi. Saat itu DA adalah news anchor perempuan terkenal yang gayanya begitu khas, begitu lain dari gaya news anchor lainnya. (Sampai sekarang gayanya yang disebut-sebut meniru gaya news anchor BBC dibakukan, dijadikan patokan untuk news anchor generasi baru di stasiun televisi lainnya.) Dia muncul di acara berita tengah hari, dan di salah satu segmennya mewawancarai CH, aktris terkenal yang baru menyelesaikan syuting film yang unik. Saya sudah sering melihat DA dan CH di media, tapi belum pernah melihat mereka bersama-sama dalam satu kesempatan.

Hari itu CH kelihatan lain, dia menggunakan make-up yang cerah dan memakai syal merah. Tidak biasanya dia memakai sesuatu berwarna terang, sejauh pengetahuan saya yang tentu saja tidak mengenalnya (dan sebenarnya tidak pantas berkomentar mengenai warna apa yang pernah ataupun tidak pernah dia pakai.) Yang membuat saya terpana adalah kata-kata DA untuk membuka wawancara: “C..(katanya menyebut nama depan si aktris)…begini cantiknya Anda rupanya…Anda kelihatan sangat cerah..”

Ya saya tahu, tidak ada anehnya memuji-muji narasumber kamu, membuatnya santai sehingga lebih mudah diwawancarai. Tapi sesuatu dalam cara bicara DA, sesuatu pada cara CH menanggapinya, terasa lain. DA jelas ingin menghancurkan pemisah antara dia dan CH, sehingga dia memilih menyapa narasumbernya dengan nama depannya, bukan dengan sebutan ‘Mbak’ yang lebih umum dipilih orang untuk menyapa orang yang tidak begitu dikenalnya. Dan ada lagi sesuatu-sesuatu lainnya dalam wawancara itu, yang tidak dapat saya jelaskan.

Hari itu saya matikan suara TV dan saya teruskan menonton bahasa tubuh DA sewaktu mewawancarai CH. Oh no, pikir saya. Bukankah ini mengingatkan saya pada sesuatu, entah apa. Saya menyalakan suara TV kembali ketika DA mencondongkan tubuhnya ke arah CH, mengucapkan terimakasih, lalu mencondongkan tubuhnya ke kamera (rasanya seperti dia mencondongkan tubuhnya ke arah saya) dan mengatakan dengan lugas, “Anda dapat menyaksikan CH dalam film XYZ yang akan segera beredar minggu ini. Tetaplah bersama kami.”

Semalaman itu saya terus berpikir, sialan, kenapa wawancara tolol itu membuat saya tidak bisa berfungsi. Kenapa wawancara sependek itu membuat otak saya sesibuk ini. Apa sih anehnya wawancara aktris film terkenal yang film barunya akan segera beredar?

Lama saya berpikir. Kemudian baru saya bisa mengingat: dalam wawancara itu saya melihat X, perempuan yang ingin saya lupakan, dan segala alasan kenapa saya ingin melupakan dia. Selama ini X belum mati, dia hidup, antara lain di dalam mata DA. X mencondongkan badannya ke arah saya suatu hari, dan berkata dengan lugas: “Kamu terlalu lemah. Atau saya yang terlalu lemah. Pokoknya tinggalkan saya.” Kemudian matanya berkilat dan suaranya menjadi lebih mendekati suara dia yang asli--lembut dan ragu-ragu—“Saya suka Keparat. Bagaimana kalau kamu dengan dia saja. Atau N…dia punya empati yang sangat besar..saya tahu kamu lama-lama akan akan tertarik dengan dia.”

Sejak hari itu saya tidak lagi melihat X, tidak lagi mendengar suaranya, dan tidak lagi memikirkannya. Sampai saya melihatnya memandangi saya, melalui mata DA di TV. Sampai saya melihat DA mengatakan “Tetaplah bersama kami.”

Susah payah saya menahan keinginan untuk mencondongkan badan dan balik berkata kepada DA (atau kepada kamu yang hidup di dalam matanya, X): “Saya tetap di sini. Saya tidak berpindah selangkahpun.”

6 comments:

  1. sesuatu yang ditekan ke bawah, akan muncul lagi.jadi mungkin yg bisa dilakukan skrg, ya spt yg loe tulis, menjawab semua memori itu dng perasaan yg ada.
    suka atau ngga suka
    ...

    ReplyDelete
  2. ..kenapa harus 'berusaha melupakan'? tidak ada satu orang pun di dunia ini yg benar2 bisa melupakan sesuatu yg ingin dilupakannya. memori itu tetap ada. pasti. hanya efeknya yg berbeda.
    btw, I miss you..

    -M-

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. Well, this is just fiction.. In reality of course I never forget.

    ReplyDelete
  5. Berusaha sekuat tenaga untuk melupakan sesuatu (atau seseorang?) justru tanpa disadari "merekam" kenangan orang tersebut. Tragis kan? ;)

    Hidup memang aneh, tidak melulu berlaku 'hukum jika-maka'. Yang kadangkala berlaku malah 'anti-logic'.

    Mungkin karena itulah hidup begitu menarik untuk dijalani (katanya..)

    -Na2-

    ReplyDelete